• Home
  • Infomina
  • Potret Instalasi Pengelolaan Air Limbah Tambak Udang

Potret Instalasi Pengelolaan Air Limbah Tambak Udang

| Fri, 15 Oct 2021 - 10:03

Para petambak perlu mengupayakan membuat instalasi pengolahan air limbah tambak udang, agar kandungan berbahaya pada limbah berada di bawah ambang batas sebelum dibuang.


Sumber terbesar limbah tambak udang adalah feses udang dan sisa pakan yang bisa menyebabkan munculnya beragam virus dan mikroorganisme patogen, yang berakibat membahayakan kehidupan udang.


Meskipun dalam aspek teknologi, IPAL mudah diaplikasikan, Kepala BLUPPB Karawang, Ikhsan Kamil tidak menampik kalau faktor ketersediaan lahan menjadi pertimbangan. Porsi penggunaan lahan yang diperlukan untuk tempat pengolahan limbah (IPAL) cukup besar. Sehingga, hal ini menjadi pertimbangan yang cukup berat bagi pelaku usaha. Pasalnya, lokasi tersebut memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan budidaya.


Terkait keterbatasan lahan, diungkapkan juga oleh Peneliti Ahli Utama Bidang Kesehatan ikan dan Lingkungan BRPBAP3, Maros, Muharijadi Atmomarsono. Pembudidaya udang enggan untuk membangun IPAL karena perlu lahan sekitar 50% dari total area. Di samping itu, operasional juga memerlukan biaya dan alat tambahan.


Baca juga: Pentingnya IPAL untuk Tambak Udang


Berbicara mengenai kalkulasi luas lahan tambak, Rico Wisnu Wibisono, COO FisTx berpendapat serupa. Ia menuturkan, IPAL menyebabkan bertambahnya biaya. Kedua, luas areal budidaya semakin berkurang yang sudah dialokasikan untuk tandon mencapai 30% luas areal budidaya. Jika ditambah dengan IPAL, luas lahan operasional budidaya akan berkurang.


Faktor lainnya, menurut Rico, di samping kurangnya sosialisasi adalah kondisi lahan sewa dan luas areal petambak rakyat yang tidak mengindahkan konsep klaster. Sehingga, posisi outlet sangat beragam.


Teguh Winarno, Head of Shrimp Dept. De Heus Indonesia, mengungkapkan alasan sebagian besar petambak belum memiliki IPAL. Salah satunya karena aturan tata kelola lingkungan tambak. Biaya pembuatan dan operasional juga menjadi kendala, terutama bagi petambak menengah ke bawah.


Pembudidaya Semi Intensif Sudah Wajib Miliki IPAL

Menurut Muharijadi, IPAL berperan sangat penting untuk menjaga kelangsungan usaha tambak udang. Oleh karena itu, pelaku usaha tambak udang teknologi semi intensif, intensif, apalagi super intensif wajib menerapkan ini. Meskipun begitu, masih banyak para pelaku usaha budidaya tambak udang yang belum menerapkan teknologi IPAL di area budidaya mereka.


Baca juga: Urgensi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dalam Budidaya Udang


Hal ini diakui oleh Perekayasa BBPBAP Jepara, Zaenal Arifin, yang menurutnya, ada beberapa kemungkinan, antara lain belum menyadari arti pentingnya fungsi/manfaat IPAL. Di samping itu, mungkin juga mereka belum menyadari betapa pentingnya peran lingkungan dalam menentukan keberhasilan usaha tambak dan menjaganya agar lestari. Selain itu, sebagian besar petambak memiliki lahan yang terbatas, terutama para petambak kecil dengan modal terbatas.


Terkait masih banyaknya petambak yang belum menerapkan teknologi IPAL di tambaknya, menurut Agus Saiful Huda, salah seorang petambak Jawa Timur, salah satunya karena kondisi lahan dan tata letak yang sudah ada tidak memungkinkan. Kondisi ini terutama dihadapi oleh petambak kecil dibawah 3 Ha. “Tapi untuk petambak besar saya kira sudah punya IPAL,” ujarnya.


Berikan Insentif bagi Petambak yang Memiliki IPAL

Penerapan teknologi IPAL di Kawasan tambak erat kaitannya dengan pertimbangan finansial. Ikhsan berkata, IPAL membutuhkan penambahan biaya investasi untuk lahan IPAL dan biaya operasional dan pemeliharaan IPAL.  “Bisa dikatakan IPAL membutuhkan biaya tinggi yang berdampak mengurangi keuntungan,” ungkap Ikhsan. Namun, jika kita berbicara jangka panjang, kualitas lingkungan sekitar dapat dipertahankan secara baik. Hal ini, tentu saja keberlangsungan kegiatan budidaya akan dapat berjalan lebih lama karena didukung oleh kualitas lingkungan yang baik.


Menurut Rico, salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk merangsang pembudidaya dalam penerapan IPAL adalah pemberian insentif. Misalnya, pihak berkepentingan memberikan privilege dalam bentuk harga, fasilitas pembiayaan (finansial), dan bentuk lainnya bagi petambak yang memiliki IPAL. Dari sisi teknologi tidak ada hambatan karena teknologi akan berjalan bila pemangku kepentingan sepakat dan menjalani proses ini dengan seksama.


Baca juga: Alur IPAL Tambak Udang


IPAL, Wajib untuk Kantongi SIUP

Adnan Kharisma, Sales Aquaculture PT Alltech Biotechnology Indonesia, berpandangan terkait penerapan IPAL. Karena keterbatasan lahan, dan tambak-tambak lama, yang sudah terlanjur tidak aplikasi teknologi IPAL akan mengeluarkan banyak tambahan biaya untuk instalasi IPAL. Sedangkan tambak baru, sudah wajib agar instalasi IPAL menjadi persyaratan wajib agar keluar SIUP.


Instalasi IPAL memerlukan waktu, sedangkan pembudidaya sudah settle dalam hal produksi udang. Dan tidak semua tambak merupakan tambak Skala Intensif. Pembudidaya skala semi intensif dan tradisional pasti keberatan aturan ini.


Pengawasan dan Pemantauan Pembuat Regulasi

Penerapan kebijakan pemerintah di lapangan memerlukan pengawasan dan pemantauan, di samping adanya sosialisasi dan pendampingan. Sosialisasi ini terkait bagi pelaku usaha mengenai pentingnya pengelolaan limbah pada usaha budidaya. Pasalnya, pengolahan limbah merupakan salah satu komponen utama dalam melakukan usaha budidaya udang hal ini disampaikan oleh Ikhsan, di samping mengutarakan peran pemerintah dalam memfasilitasi pelaku usaha melakukan usaha dalam hal perizinan yang mudah diakses.


Di samping itu, ia menegaskan mengenai peran pengawasan dan pemantauan (monitoring) secara berkala oleh pihak pemerintah pada usaha budidaya dalam penerapan pengolahan limbah tersebut.


Baca juga: 4 Keunggulan Budi Daya Tambak Udang dengan Sistem Klaster


Menurut Teguh Winarno, beberapa faktor tidak berjalannya peraturan pemerintah terkait instalasi pengolahan limbah secara optimal di antaranya adalah sebagian besar tambak tambak yang sudah beroperasi dibangun jauh sebelum aturan itu muncul. Sehingga, sosialisasi peraturan perlu disampaikan dengan lebih intens lagi.


Sanksi dan Penegakan Hukum

Lebih jauh, agar peraturan dapat berjalan dengan optimal, Ikhsan, berpendapat pentingnya penjatuhan sanksi untuk pelaku usaha yang tidak patuh. Menurutnya, pemerintah, dalam hal ini KKP, dinas kelautan provinsi dan kabupaten/kota belum tegas dalam penerapan peraturan dalam hal pengolahan limbah bagi pelaku usaha. Hal ini juga ditambah kurangnya informasi dan sosialisasi tentang peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah kepada pelaku usaha.


Senada dengan Ikhsan, Rico, mengatakan hal yang sama. “Reward dan punishment yang jelas dari pemerintah terkait hal ini,” papar Rico. Di samping itu, ia menyarankan untuk melibatkan pebisnis pemula (startup), perguruan tinggi dan swasta untuk bersama-sama mencari terobosan yang lebih efektif dan efisien dalam rancangan IPAL.


Baca juga: Budidaya Udang Berkelanjutan dengan Pengendalian Lingkungan


Pentingnya ketegasan sikap pemerintah juga disampaikan oleh Sudiarnoto. Diperlukan ketegasan dan kejujuran pemerintah sebagai pembuat regulasi terutama petugas-petugas di lapangan. Ia menyarankan, cukup sanksi administrasi (denda sampai pencabutan izin operasional) dijatuhkan kepada siapa saja, tapi tidak dibawa ke ranah pidana. Menurutnya, peraturan apapun tidak akan efektif tanpa pengawasan ketat dan sanksi yang tegas tanpa tebang pilih. Meskipun begitu, ia menekankan upaya sosialisasi, edukasi, dan peringatan dilakukan sebelum ke arah sana. “Jika perlu, berikan subsidi dalam pembangunan IPAL berupa paket atau insentif tertentu.


Diperlukan Komitmen Berbagai Pihak

Dedi Cahyadi Ketua Kelompok Mina Artha Sejahtera, Lampung Timur berpendapat, pemerintah perlu bersinergi dengan pembudidaya dalam menyadarkan bahaya limbah tambak suksesnya budidaya karena sebagian pembudidaya pun banyak yang menganggap sepele soal limbah ini.


Di lain pihak, Teguh menyampaikan, IPAL bukan melulu faktor biaya yang menjadi kendala, tetapi yang lebih penting adalah keseriusan semua pihak terutama pemerintah sebagai pembuat regulasi.


Komitmen tersebut salah satunya terkait dengan sosialisasi Permen yang terkait pengadaan sarana IPAL. Menurut Hariry Bahar, petambak daerah pantai selatan, peraturan Menteri belum disosialisasikan sampai ke petambak dan belum ada bimbingan atau penyuluhan dari instansi yang berwenang.


Sumber: Info Akuakultur

Artikel lainnya