Tips Singkat Bertambak Udang di Musim Hujan

| Tue, 26 Jul 2022 - 09:36

Pada setiap penghujung akhir tahun, Indonesia mulai memasuki musim hujan, meskipun menjadi berkah bagi banyak orang tapi bagi petambak udang musim ini merupakan musim yang membuat khawatir karena pada saat hujan, suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut (DO) di kolam dapat berkurang atau turun secara signifikan sehingga menyebabkan kondisi udang mudah drop dan rentan terserang penyakit.


Ada beberapa proses yang terjadi ketika tambak udang terkena hujan terus menerus dan harus diperhatikan oleh para petambak, yaitu:

- Suhu air, oksigen, pH, alkalinitas dan salinitas turun karena terjadinya pengenceran air tambak.

- Jika kepadatan fitoplankton dalam tambak tinggi maka hujan dapat mengakibatkan kematian massal fitoplankton.

- Bahan organik menumpuk di dasar tambak.

- Angin yang kuat mengangkat lumpur dasar.

- H2S yang bersifat racun keluar.

- Bakteri pathogen akan menggantikan bakteri yang menguntungkan.


Karena proses yang terjadi tersebut, tentunya akan berpengaruh pada kondisi udang seperti udang menjadi stress, molting massal, maupun udang mengalami softshell karena kurangnya mineral dalam tambak. (Trobos). Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan tersebut, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan petambak, antara lain:


- Mengoperasikan semua aerator.

Setiap aerator harus mampu mencapai kecepatan putar sekitar 80–85 putaran/menit. Untuk mengujinya, taburkan 5–10 kg saponin ke dalam tambak. Jika gelembung gelembung terkonsentrasi/terkumpul di tengah kolam. Maka aerator terpasang dengan baik.

- Menjaga kandungan oksigen lebih tinggi 20% dibanding biasanya.

- Mengeluarkan air hujan melakui sitem pembuangan atas.

- Menahan pemberian pakan saat hujan turun.

- Melakukan pengecekan kualitas air setelah hujan reda secara lebih rutin.

Antara lain seperti mengecek warna kolam, kecerahan, pencernaan udang, maupun pakan udang di anco. Selain itu, perlu juga mengukur kondisi kualitas air lainnya seperti pH, alkalinitas, salinitas, DO dan suhu. pH di kolam perlu dijaga pada kondisi optimal (7.5–8.5).


Untuk mengurangi penurunan pH saat hujan, dapat digunakan kapur pada sepanjang tepi dari kolam sebelum turunnya hujan (keaadan kering) dengan kadar 10 kg kapur/100m2. Setelah hujan, gunakan kapur sebanyak 10–20 kg/ha. Jangan lupa untuk tetap gunakan aerator sehingga kapur tidak menggumpal di dasar kolam.


Saat hujan deras, air dalam kolam harus dibuang sedikit demi sedikit untuk mencegah penurunan tiba tiba kondisi salinitas, selain itu untuk mencegah kolam dalam keadaan banjir dan membuat tekanan ke kolam semakin tinggi sehingga berpotensi menyebabkan kolam jebol.


Untuk memudahkan pengecekan air, petambaksalah satunya adalah dengan menggunakan produk JALA, dengan penggunaan JALA petambak dapat mengecek kualitas air secara lebih mudah dan praktis, serta langsung mengetahui perlakuan yang dibutuhkan sesuai dengan keadaan tambak.


Plankton di musim hujan

Saat musim hujan, salinitas akan mengalami penurunan. Ketika salinitas air dalam kolam turun di bawah 8 ppt, plankton biru-hijau (blue-green algae) seringkali tumbuh. Hal ini menyebabkan beberapa hal, antara lain:

- Plankton jenis ini berbahaya dan merusak.

- pH berubah drastis saat siang hari.

- Kondisi DO rendah pada pagi hari.

- Udang dapat terserang penyakit insang hitam.


Untuk mengatasi masalah ini, petambak dapat mengurangi jumlah pakan, mengaplikasikan penggunaan disinfektan untuk melawan patogen mikro dan mengaplikasikan penggunaan probiotik dengan kombinasi zeolit untuk menyerap gas beracun yang berasal dari bangkai plankton yang mati di dasar kolam.


Mengatur kotoran di musim hujan

Turunnya salinitas pada musim hujan dapat menyebabkan munculnya senyawa maupun gas beracun dari kotoran di dasar kolam seperti NO2 (nitrit) yang bersifat racun saat kondisi salinitas di bawah 10 ppt sehingga dapat membahayakan kondisi udang dalam kolam. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal seperti,

- Kurangi sisa pakan dengan benar benar memantau kondisi pakan di anco.

- Penggunaan probiotik secara reguler untuk memperlancar pertumbuhan bakteri pengurai kotoran.

- Melakukan sifon untuk membuang kotoran di dasar kolam.

- Meningkatkan penggunaan aerator.

- Menjaga kondisi pH di 7.8–8.2.

-  Mengukur kondisi NH3 (ammonia), H2S (Hidorgen Sulfida), dan NO2 (Nitrit) kolam.


 

Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Shrimp Club Indonesia. Ketepatan informasi dan efektivitas metode budidaya yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Minapoli.


Artikel lainnya