• Home
  • Infomina
  • Manajemen Air di Hatchery Udang agar Patogen Tak Mudah Masuk

Manajemen Air di Hatchery Udang agar Patogen Tak Mudah Masuk

| Fri, 30 Jul 2021 - 11:44

Manajemen kualitas air memiliki peranan yang sangat krusial dalam unit usaha hatchery udang. Jika aspek ini kurang diperhatikan, bukan tidak mungkin bisa jadi salah satu pintu masuk patogen yang bisa merugikan. 


Saat isu penyakit udang sedang tinggi-tingginya, manajemen kualitas air di hatchery perlu ditingkatkan lagi agar tetap menghasilkan benur udang yang berkualitas dan bebas dari patogen saat dijual ke petambak.


Saran ini disampaikan oleh Technical Support Manager INVE Aquaculture in Asia, Alfredo Medina, dalam acara BincangMina bersama INVE  Aquauclture Indonesia. Dalam webinar yang diselenggarakan Minapoli dan INVE Aquaculture ini, Alfredo menjelaskan bahwa manajemen kualitas air di hatchery mencakup pada semua fase produksi. Berikut dua fase diantaranya.


Yuk, coba simak pembahasan lengkapnya pada acara BincangMina berikut ini

Manajemen kualitas air dalam usaha hatchery udang dibahas secara komprehensif bersama ahlinya, yaitu Alfredo Medina selaku Technical Support Manager INVE Aquaculture dan Erik Van Ballaer selaku Director, Strategic Projects & Accounts INVE Aquaculture
Sumber: Youtube Minapoli


Manajemen Air untuk Pemijahan

Manajemen kualitas air pada fase pemijahan dititikberatkan pada bagian persiapan. Hal ini tentu setelah memastikan induk yang digunakan sudah berstatus SPF (specific pathogen free), didapat dari sumber induk yang berkualitas, dan dalam kondisi sehat setelah dilakukan pengecekan secara berkala.


Baca juga: Prospek Cerah Industri Hatchery Udang


Menurut Alfredo, pada saat persiapan bak untuk pemijahan, semua benda yang ada di dalam bak, seperti selang dan batu aerasi, harus diangkat dan dibersihkan. Tujuannya agar proses sterilisasi bisa menyeluruh di semua titik permukaan bak.


Setelah memastikan tidak ada benda yang tertinggal, bak pemijahan disemprot dengan air untuk menghilangkan semua sisa-sisa proses produksi sebelumnya. Kemudian dilanjutkan dengan menyikat bak menggunakan sabun dengan dosis 1 persen. “Kemudian diamkan selama 30 menit,” tambah Alfredo.


Langkah selanjutnya adalah membilas bak yang sudah dibersihkan tadi dengan menggunakan air tawar dan dilanjutkan dengan proses pengeringan. Baru setelah itu, bak diisi dengan air laut yang difilter dengan saringan yang sangat rapat dengan diameter 0,5 – 0,2 mikron. Dengan ukuran filter sebesar itu, Alfredo yakin tidak ada bakteri yang masuk bersamaan dengan air yang dimasukkan ke dalam bak.


Selama proses pemijahan, air media disarankan menggunakan sistem resirkulasi dan didukung dengan sistem UV dan penggunaan arang aktif untuk menjaga media pemijahan tetap steril. Alfredo menambahkan bahwa pada proses ini bisa juga ditambah dengan pemberian probiotik sebanyak 5 – 10 ppm.


Baca juga: Mengukur Kualitas Benur Udang

 

Manajemen Air untuk Pakan Alami

Selain sumber air, pakan alami yang diberikan pada induk dan benur juga bisa jadi titik masuk patogen. Pakan alami untuk benur berupa alga dan artemia sama-sama bisa berpotensi membawa patogen seperti Vibrio sp. Sehingga proses produksi dan pemberian pakan alami tersebut perlu dipastikan bebas dari bakteri.


Alga yang akan diberikan sebagai pakan starter difilter dengan saringan 0,45 mikron dan dimasukkan ke dalam autoclave pada 2 atm dengan suhu 121O C. Proses autoclave ini berlangsung selama 10 – 20 menit jika volume alga hanya sedikit, atau sekitar 3 liter. Sementara untuk volume yang lebih besar, proses autoclave bisa berlangsung selama satu jam.


Sementara untuk manajemen air, dapat difilter dengan saringan 0,5 mikron dan disinfeksi dengan menggunakan klorin 5 – 10 ppm. Kemudian air bersirkulasi dengan menggunakan UV dan arang aktif selama proses resirkulasi itu.


Sementara pada persiapan wadah untuk penetasan artemia, proses dimulai dengan melepaskan pipa atau selang yang menempel di wadah penetasan. Selanjutnya wadah tersebut disemprot dengan air untuk membersihkan sisa-sisa siste dari penetasan sebelumnya. Setelah itu, wadah disikat dengan menggunakan sabun atau deterjen dan dibilas untuk memastikan wadah sudah bersih.


Baca juga: Kecukupan Pakan pada Benur


Dalam pengisian air untuk penetasan artemia, Alfredo menyarankan menggunakan air laut dengan suhu 29o C. Air tersebut difilter dengan saringan berukuran 1 mikron. Setelah itu, air yang akan digunakan didisinfeksi lebih dulu dengan klorin 10 ppm selama satu jam hingga satu malam. Baru setelah itu dinetralisir dengan menggunakan sodium tiosulfat 1 ppm.


Sementara pH air saat penetasan dijaga pada kisaran yang lebih basa, atau sekitar 8,5 – 8,8 dengan penambahan sodium bikarbonat 0,8 – 1 gram/liter. Barulah proses penetasan artemia bisa dimulai dengan dibantu aerasi yang kuat. 

Artikel lainnya