Lebih Siap Tebar dengan Nursery

| Tue, 25 May 2021 - 09:36

Melalui pendederan benur atau nursery, siklus budidaya di tambak menjadi lebih pendek dan lebih banyak


Upaya memutus siklus penyakit yang kerap menghantui budidaya udang terus dilakukan dengan berbagai cara. Langkah pengembangan tidak berhenti pada kualitas benur, nutrisi, dan media saja, tetapi juga mencakup sistem budidaya. Belakangan ini berkembang teknologi baru sebelum benur masuk ke dalam fase pembesaran (grow out) di tambak. Teknologi ini dikenal dengan istilah nursery atau pendederan.


Selama ini, proses pendederan benur hingga pembesaran udang dilakukan sekaligus di tambak. Petambak langsung menanam benur PL 10 atau lebih (Post Larvae) di tambak hingga waktu panen. Sistem seperti ini diduga para pelaku udang menjadi penyebab udang mudah terserang penyakit di 30 hari pertama budidaya.


Periode tersebut menjadi waktu paling kritis bagi udang. Benur yang sebelumnya berada di hatchery (pembenihan) dengan perlakuan terbaik, tiba-tiba harus keluar tambak dengan lingkungan yang lebih terbuka di mana sumber penyakit lebih mudah datang dari mana saja. Hal tersebut diakui oleh pakar perbenihan udang, Bong Tiro. Menurutnya, seringkali penyakit-penyakit itu muncul pada DOC (Day of Culture) atau masa pemeliharaan umur 30 hari. “Whiste spot, white desease, apa lagi myo,” rinci Bong.


Baca juga: Tekan Biaya Produksi dengan 10 langkah Sistem Tambak Nursery (Part 1)


Tingginya risiko buidaya pada masa awal tersebut membuat beberapa petambak dan stakeholder perudangan melakukan modifikasi sistem budidaya untuk hasil yang lebih baik. Modifikasi yang dilakukan adalah penambahan segmen baru antara hatchery dan tambak, yakni nursery. Segmen ini tidak lain adalah pendederan. Mempersiapkan benur udang sebelum masuk ke tahap pembesaran. 


Adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah, Hasanuddin Atjo, salah satu stakeholder perudangan yang tengah fokus mengembangkan teknologi nursery ini. Ia sudah memasuki siklus ketiga dalam percobaannya. Atjo mengkalim ada hasil positif dari teknologi yang ia kembangkan tersebut. “Sistem ini bisa meningkatkan produktivitas sampe tiga kali,” jelas Atjo melalui sambungan telpon kepada Trobos Aqua.


Keunggulan

 Menurut Atjo, sistem nursery ini setidaknya memiliki tiga keunggulan dibanding sistem pembesaran langsung di tambak yang selama ini populer dilakukan. Pertama, melalui nursery, petambak dapat menentukan kualitas benur lebih dini saat pendederan. Jika benur bagus, budidaya dapat terus dilanjutkan hingga pembesaran.


Sementara jika benur kurang bagus atau banyak terjadi kematian, budidaya dapat dihentikan cukup pada masa pendederan. Hal ini tentunya mengurangi risiko persiapan yang dilakukan di tambak. Karena nursery sendiri menggunakan volume media budidaya yang lebih kecil. “Ukurannya 250 ton,” ujar Atjo.


Keuntungan lainnya yang dirasakan oleh Atjo adalah pertumbuhan udang yang baik. Hal ini karena pakan udang menjadi lebih terkontrol dibandingkan di tambak. “Lima gram per ton,” ucap Atjo. Semenetara jika dibandingkan dengan tambak, pada masa pendederan ini, teknik pemberian pakan dilakukan secarablind feeding. Pakan yang digunakan pun merupakan pakan khusus untuk pendederan udang dengan nutrisi yang lebih lengkap dari pakan yang biasa digunakan di tambak.


Berdasarkan biayanya, penerapan nursery memang sedikit membutuhkan biaya lebih jika dibandingkan dengan sistem budidaya biasa yang telah umum dilakukan. Akan tetapi menurut Atjo, dengan penggunaan nursery, siklus budidaya di tambak jelas akan lebih singkat. “Di grow out-nya bisa diperpendek. Sehingga produktivitas per tahun bisa lebih besar,” ucap Atjo. Lama budidaya di tambak bisa menjadi hanya 2 bulan saja.


Baca juga: 6 Ciri Benur Udang Vaname Berkualitas yang Wajib Diketahui Petambak


Teknis Budidaya

Konsep nursery pada udang juga didukung oleh Bong Tiro. Ia bersama tim juga tengah melakukan kerjasama dengan petambak untuk mengembangkan sistem ini. Sebelumnya, Bong telah mengembangkan benur berukuran besar untuk digunkaan oleh pembudidaya. Tujuannya sama, yakni untuk memotong siklus budidadaya menjadi lebih pendek dan mengurangi risiko serangan penyakit pada 30 hari pertama masa budidaya.


Artikel asli



Artikel lainnya