King Kobia, Primadona Baru Ikan Budidaya

| Fri, 23 Oct 2020 - 12:03

Ikan king kobia (Rachycentron canadum) merupakan komoditas unggulan baru subsektor perikanan budidaya yang sedang dikembangkan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Salah satu spesies ikan laut karnivora ini memiliki sejumlah keunggulan untuk dibudidayakan.

 

Pengembangan kobia dimulai sejak 2006. Pada saat itu BBPBL Lampung menerima 400-an ekor benih ikan kobia dari Balai Riset Perikanan Laut, Gondol - Bali yang induk F-1 berasal dari hasil tangkapan di Teluk Pegametan - Bali. Selanjutnya pada 2009, dimulai pembenihan dan hingga ini BBPBL Lampung merupakan pertama dan satu-satunya UPT dari Ditjen Perikanan Budidaya yang berhasil memproduksi benih ikan kobia.

 

Pada 2020 ini, ditargetkan produksi benih ikan kobia di BBPBL Lampung sebanyak 100 ribu ekor, dari 30 ekor induk dengan berat antara 5 kg sampai 15 kg. Nantinya semua benih itu, untuk program bantuan ke masyarakat.

 

Baca juga:  Budidaya Ikan King Kobia Janjikan Keuntungan Berlipat


Hingga Juli tahun ini, BBPBL Lampung telah menyerahkan bantuan benih ikan king kobia sebanyak kurang lebih 26 ribu ekor kepada 3 kelompok pembudidaya ikan di Kabupaten Pangandaran - Jawa Barat dan 5 kelompok pembudidaya ikan di Kabupaten Pesawaran - Lampung.

 

Tahun-tahun sebelumnya benih kobia sudah disebar kepada kelompok pembudidaya di berbagai daerah melalui paket bantuan yang didanai pemerintah. Di antaranya ke Aceh, Sumut, Bali, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Maluku. Termasuk ke UPT-UPT Perikanan untuk pengembangan.

 

Di samping membantu benih kepada para pembudidaya agar produksi ikan kobia bisa terus meningkat, BBPBL juga memberikan teknis pendampingan kepada pembudidaya agar budidayanya berjalan baik dan membantu dalam hal pemasaran hasil. Pendampingan dilakukan dengan memonitor keramba jaring apung (KJA) pembudidaya dan melalui saluran komunikasi yang ada. Sekarang kita bisa melakukan video call, Zoom dan lain-lain sehingga bisa melakukan pendampingan kepada segenap pembudidaya di berbagai daerah.

 

Terutama, di Teluk Lampung yang sering dilanda red tide, BBPBL akan memberi rekomendasi area perairan yang kecil kemungkinan muncul red tide. Red tide menjadi musuh utama ikan kobia dan kerapu karena alga merah ini menutup insangnya sehingga ikan kekurangan oksigen.   

 

Baca juga: Bernilai Ekonomi Tinggi, Saatnya Cobia Go Public

 

Cocok Dibudidayakan

Sebelumnya ikan king kobia sudah diluncurkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada pembukaan Aquatica Asia dan Indoaqua 2019 di Balai Kartini, Jakarta, awal November lalu.  Dari pengembangan yang telah dilakukan tim perekayasa, ikan yang sebetulnya kurang begitu dikenal masyarakat ini bisa lebih cocok dibudidayakan. Menjadi persoalan selama ini, ikan ini tidak begitu dikenal masyarakat karena di habitatnya ikan ini tidak bergerombol dalam satu lokasi dan terus berenang sehingga yang terjaring dan atau yang dapat dari pancingan tidak dalam volume besar. 

 

Lalu ikan kobia yang sudah mati berasa amis sehingga kurang disukai masyarakat. Dengan begitu ikan kobia lebih cocok dibudidayakan. Untuk menghilangkan bau amisnya, ikan yang masih hidup disembelih agar darahnya keluar. Lantas, ikannya bisa dijual dalam bentuk beku dan fillet.

 

Indukan ikan kobia yang dikembangbiakan BBPB sekarang sudah generasi kelima. Belum lama ini BBPBL juga menerima calon indukan baru berasal hasil tangkapan dari alam yakni di Tepian Nauli, Sibolga - Sumatera Utara. Nanti kedua indukan yang berasal dari perairan yang berbeda ini akan dikawinsilangkan. 

 

Dari data pengembangan dan berbagai literatur, diterangkan bahwa kobia bersifat karnivora pelagis yakni ikan pemakan hewan yang hidup di permukaan perairan. Habitatnya ikan ini di laut dangkal dan berenang sampai ke muara. Sehingga kawasan yang layak untuk membudidayakan king kobia yakni pada perairan laut dangkal yang sedikit berarus karena ikan ini membutuhkan oksigen yang tinggi dan terdapat ketersediaan pasokan ikan rucah. Berbeda dengan kerapu yang membutuhkan perairan yang berarus tenang karena ikannya tidak banyak bergerak.

 

Baca juga: King Cobia Komoditas Baru Budidaya Ikan Indonesia, Intip Peluang Ekspornya

 

Terdapat sejumlah keunggulan ikan kobia, di antaranya sangat cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan. Pertumbuhannya cepat, dalam masa pembesaran setahun bisa mencapai berat 4 hingga 6 kg per ekor sehingga pemeliharaannya lebih singkat dibandingkan dengan ikan laut lainnya. Cepatnya pertumbuhannya karena kobia termasuk jenis ikan yang rakus makan.  

 

Lalu, kobia juga mudah beradaptasi di lingkungan budidaya sehingga bisa diberi pakan pelet dan bisa digabungkan dengan ikan rucah. Kemudian juga, tahan terhadap serangan penyakit sehingga lebih mudah dibudidayakan dan pangsa pasar mulai terbentuk. Adapun kendalanya, belum tersedia pakan khusus ikan kobia di pasaran.

 

Sementara parasit ikan kobia berupa cacing yang menempel pada insang dan permukaan kulit. Untuk melepaskannya ikan direndam di dalam air tawar, biasanya sebulan sekali.

 

Lalu, untuk penyakit biasanya disebabkan oleh bakteri. Tedapat dua jenis bakteri yang sering menyerang ikan kobia, yakni vibrio alginolyticus dan vibrio vulnificus, sementara virus yang banyak ditemukan adalah viral nervous necrosis, viral enchephalopathy dan retinopathy serta red sea bream iridovirus. Namun efek dari serangan bakteri maupun virus tidak sampai menimbulkan kematian.  

 

Ikan yang sakit warna kulitnya berubah menjadi hitam sehingga mudah dikenali. Lalu ikan yang sakit tersebut dikeluarkan dari kolam budidaya, lalu direndam dengan air tawar dan diobati. 

 

Umur panen rata-rata 1 tahun pada ukuran 4 hingga 6 kg per ekor dengan catatan pembesaran benih di BBPBL selama 3 bulan, yang berarti pembesaran di dalam keramba pembudidaya selama 9 bulan. Jika masih umur di bawah itu kondisi ikan masih lemah. FCR pakan di laut 2 dengan pakan 37 % kandungan protein dan SR di atas 90 %. 

 

 
Pemijahan

Sejak 2017, BBPBL melakukan perekayasaan pakan mandiri. Pada fase pendederan diperoleh FCR sebesar 2 dengan harga Rp18 ribu, fase penggelondongan diperoleh FCR 1,5 dengan harga pakan Rp15 ribu dan pada fase pembesaran seharga Rp13 ribu per kg dengan FCR 2. 

 

Mengenai kualitas dagingnya, tekstur dagingnya kompak dan putih serta rendah kadar histamin. Histamin sendiri merupakan senyawa turunan asam amino yang terdapat pada daging ikan dan seringkali dapat memicu alergi atau keracunan Citarasa daging ikan yang disembelih lebih enak dan dan bisa dimasak menjadi tomyam, sashimi, sate, pempek, dan lain-lain.

 

Sedangkan dari segi pemasaran, sangat menjanjikan dan dapat dipasarkan sebagai ikan segar beku maupun fillet, baik untuk pasar lokal maupun ekspor. Selain itu, king kobia juga banyak digunakan untuk sport fishing. Saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang menampung hasil panen kobia.

 

Harga jual kobia hasil budidaya berkisar antara Rp 45 ribu hingga Rp60 ribu per kg. Ada perbedaan harga yang begitu jauh dengan kobia tangkapan yang harganya Rp25 ribu per kg, tetapi karena ikan tidak disembelih sehingga berbau amis, dagingnya berwarna coklat dan volume serta ketersediaan tidak stabil.

Untuk analisis usaha budidaya kobia di keramba jaring apung, Surya mengatakan, secara umum benefit cost ratio (B/C ratio)-nya adalah sebesar 1,15 dengan break event point unit 1.135 kg dan biaya produksi Rp 39.150 per kg. 

 

Baca juga: King Cobia, Jadi Alternatif Komoditas Baru

 

Menurut Surya, lembaga yang bisa memijahkan ikan kobia baru BPBBL Lampung. Pada 2007, BBPBL berhasil memijahkannya melalui rangsangan hormon dan sejak 2017 sudah bisa memijahkan secara alami.

 

Kobia bisa memijah sepanjang tahun. Cara pemijahan ikan kobia terbagi dua, pertama menggunakan rangsangan secara alami dengan menurunkan permukaan air hingga 80 persen supaya suhunya panas sehingga merangsang ikan untuk memijah. Ke dalam bak pemijahan dimasukan indukan jantan dan betina dengan perbandingan 1 jantan dan 2 betina.

 

Kedua, melalui rangsangan hormon dengan menyuntikan hormon HCG pada bawah kulit sirip indukan yang sudah diseleksi. Seleksinya adalah dengan melakukan striping pada indukan jantan. Jika didapatkan ada sperma itu berarti kantong spermanya sudah terisi sperma. Lalu untuk indukan betina dilakukan penyedotan sel telur, jika ada sel telur, baru indukannya disuntik hormon HCG.

 

Pada hari ketiga setelah disuntik diharapkan indukan sudah memijah. Setelah memijah dilakukan seleksi dengan menyetop aerasi pada akuariumnya. Biasanya telur ikan kobia sebanyak 200-300 butir per kg dari berat indukan.

 

Baca juga: Tulang Ikan King Cobia dari Pangandaran Jadi Bahan Baku Tepung dan Kosmetik


Telur yang mengambang, berarti telur yang telah dibuahi sperma dan yang tidak mengambang berarti telur yang tidak dibuahi. Selanjutnya dilakukan penyiponan sehingga hanya telur yang baik yang tersisa.

 

Selanjutnya telur yang baik ini dimasukan ke dalam hapa (jaring halus) dengan air mengalir, lalu dibiarkan selama 18 - 24 jam hingga telur menetas. Setelah menetas, larva dimasukan ke dalam bak pemeliharaan larva. Bak-bak pembesaran larva ditutup agar suhunya stabil pada suhu 29 derajat Celcius.

 

Pada hari kedua (D-2) baru dimasukan plankton, rotifera. Sebab setelah hari kedua cadangan makanan larva sudah habis. Pemberian rotifera hingga hari ke-9 dan nanocloriside (plankton) sampai hari ke-20. Mulai hari ke-9 dimulai pemberian artemia. Pada hari ke-15 dimulai pemberian pelet. 

 

Lalu pada hari ke-25 larva sudah dipanen untuk selanjutnya dibesarkan dalam bak-bak pembesaran larva hingga 3 bulan. BBPBL menjual benih kobia seharga Rp200/cm dengan ukuran benih 7-9 cm.

 

Baca juga: Permintaan Market Mulai Tinggi, KKP Siap Genjot Suplai Ikan Cobia

 

Secara garis besarnya, masa inkubasi telur selama 18 hingga 24 jam. Lalu pemeliharaan larva selama 20 hingga 22 hari dari ukuran 0,2 hingga 3 cm, diikuti pendederan pertama selama 30 hari dari ukuran 3 cm hingga 9 cm. Dilanjutkan dengan pendederan kedua selama 30 hari dari ukuran 9 hingga 20 cm. Disusul dengan penggelondongan selama 45 hari dari ukuran 30 gram menjadi 100 gram atau dari 20 cm menjadi 27 cm.

 

Untuk menjadi indukan, kobia berumur lebih dari 2 tahun. Indukan jantan secara fisik cekungan siripnya lebih dalam karena supaya lebih lincah berenang mengejar betina. Sementara indukan yang betina siripnya lebih lebar. Penampakan anal indukan betina lebih merah, agak timbul dan menebal.    

 

Artikel Asli

Artikel lainnya

Terkini 

Sustainable Aquaculture to Feed The World

Minapoli

1572 hari lalu

  • verified icon2425
Terkini 

Perbedaan Geomembrane LDPE dan HDPE

Indah Sari Windu (ISW)

548 hari lalu

  • verified icon1512
Terkini 

Ini Strategi Pemenuhan Produksi Pakan Ikan

Minapoli

1258 hari lalu

  • verified icon2541