Tips Singkat Budidaya Lele

| Wed, 03 Nov 2021 - 15:15

Mulai dari benih, pakan, hingga kualitas air diberikan untuk pembudidaya, khususnya pemula

 

Membudidayakan lele, terang Imza Hermawan, pembudidaya lele asal Bogor-Jawa Barat, merupakan usaha yang bisa dilakukan oleh setiap orang. Ditambah saat ini, semasa pandemi, dimana budidaya lele semakin berkembang karena sistem budidayanya yang terbilang sederhana.

 

“Walaupun kita akui, awal-awal 2000an itu, budidaya lele namanya kurang baik dan lebih ke arah main-main. Karena pembudidaya masih gunakan lokasi yang kurang higienis, kurang menuhi syarat sebagai tempat budidaya yang baik. Sehingga, hasilnya kurang baik dan keuntungan juga kurang baik,” ujar Imza.


Yang kemudian mengubah image lele ke arah yang lebih baik sekarang adalah semakin ‘terkenal’nya komoditas ikan berkumis ini di kalangan konsumen. Serapan tinggi dan harga antara Rp 15 ribu – Rp 21 ribu/kg (kilogram) terbilang bisa masuk di kalangan pembudidaya. 


Baca juga: Panduan Lengkap Budidaya Ikan Lele

 

Bahkan, tutur Imza, lele Indonesia yang diproduksi di daerah Jawa Timur sudah bisa mencapai pasar ekspor. “Sejak 2015 sudah bisa ekspor dan bisa mencapai 100-200 ton per bulannya ke pasar Korea Selatan, Malaysia, dan Uni Eropa,” ungkapnya dalam webinar tentang manajemen pakan dan produksi lele higienis di masa pandemi beberapa waktu lalu.

 

Imza pun menyatakan bahwa pasar lele tiada habisnya. Dia berucap, sebelum pandemi saja, serapan lele untuk Jakarta saja bisa mencapai 200 ton per harinya. Dan pasokan ini tidak hanya masuk dari Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi), namun masuk dari wilayah Jawa Timur juga. 

 

“Bahkan suplai lele ini sudah masuk dari luar Jawa. Jika dulunya kita bisa kirim dari Bogor ke Lampung. Sekarang Lampung malah masuk ke Jabodetabek,” terang Imza.

 

Selebihnya, bila dilihat dari pergerakan pasar selama pandemi, Imza menilik dari produksi segar dan olahan. Dia melihat, produksi saat ini 60 % produk lele di Indonesia itu berasal dari Pulau Jawa. Namun, dari produksi ini, kurang dari 5 % nya yang diolah.


Baca juga: Kiat Sukses Budidaya Lele Lintas Generasi

 

“Ini menjadi tantangan pengolahan meski saya melihat saat pandemi ini lele olahan cukup berkembang. Ada saja inovasi teman-teman mengolah lele agar lebih masuk ke masyarakat,” papar Imza.

  

Kiat Benih untuk Pembudidaya 

Pertama kali jika ingin memulai usaha budidaya lele, ucap Imza, patut memilih benih lele yang baik. “Jangan pilih benih asal murah. Benih hanya 10 % dari biaya produksi total, namun berperan mempengaruhi FCR (food convertion ratio atau rasio konversi pakan). Makanya harus membeli dari mitra pembenih agar terjamin kualitas benihnya,” ujarnya. 

 

Perhitungan FCR ini diterangkan lebih lanjut oleh Imza. Ia memisalkan benih lele yang tidak bagus adalah yang tidak seragam. 


“Ketika disortir bisa sampai empat ukuran. Ukuran terkecil jadi jelek karena dari kecil kuntet, pas gede juga makan banyak tapi tidak besar. Ini ngaruh ke FCR-nya. Beda FCR 0,1 saja saja sudah sangat besar. Bisa sama dengan Rp 1.100 per 0,1 itu. Bayangkan saja kalau panen 40 ton, perbedaan harga bisa Rp 40 juta,” terangnya.

  

Tips agar menyeragamkan benih ini, Imza jelaskan, bisa dengan menggunakan benih ukuran besar. Misalnya di ukuran 10 atau sangkal dan minimal di ukuran 7-8. 


Baca juga: Benih Seukuran, Budidaya Aman

  

“Jangan ukuran kecil, misal ukuran 4. Nanti di ukuran 7-8 atau 10 mesti sortir lagi. Sementara kalau sortir itu biasanya ikan stres dan gak nyaman karena harus dipuasakan dan dipegang-pegang. Lele bisa keluarkan lendir kalau stres dan lama-kelamaan malah mati. Sementara kalau tebar ukuran 10, gak perlu sortir sampai panen dalam waktu 50 hari,” paparnya.

  

Di samping itu, handling (penanganan) benih juga haruslah baik. Jangan sampai karena handling jelek, SR (survival rate/laju sintasan) benih turun. “Pada waktu ikan datang dan tidak handling dengan baik, di jalan ketika ikan dari pembudidaya sampai ke tempat kita akan pengaruhi SR,” jelas Imza.

  

Efisien Pakan

Kiat lain setelah benih, adalah pakan. Saat ini Imza akui, dirinya menggunakan pakan full pabrikan. Dan pakan komersial ini, ungkapnya, kadang ada perubahan kualitas. “Sehingga kalau gunakan merk A misalnya, kita tetep amati respon ikan. Kadang respon baik tapi FCR jelek. Maka harus analisa dari pakan atau yang lain. Jadi kita harus punya link kawan sendiri gunakan apa pakannya sebagai perbandingan,” imbuh Imza.


Sumber: TROBOS Aqua

Artikel lainnya