• Home
  • Infomina
  • Menjaga Populasi Teripang dengan Cara Budidaya

Menjaga Populasi Teripang dengan Cara Budidaya

| Wed, 10 Mar 2021 - 09:17

Eksploitasi terhadap Teripang (Holothuroidea) terus berlangsung dengan cepat dari tahun ke tahun. Permintaan terhadap komoditas unggulan tersebut selalu meningkat dari waktu ke waktu dan harganya terus naik menyesuaikan dengan kondisi terkini di pasar dunia.


Untuk memenuhi permintaan pasar dunia yang terus naik, Teripang harus diambil langsung dari alam di perairan Indonesia. Walau mendatangkan devisa bagi Indonesia, namun jika cara tersebut terus dipertahankan, maka Teripang akan terancam punah di alam.


Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan, ada dua fakta yang kini sedang terjadi di Indonesia dan juga dunia. Fakta tersebut, adalah Teripang mendatangkan uang yang banyak bagi negara produsen dan konsumen.


“Namun, di sisi lain populasi Teripang pada umumnya dalam kondisi yang semakin menurun. Kenapa? Karena terus dilakukan eksploitasi dan dilakukan penangkapan untuk keperluan industri obat-obatan dan lainnya,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.


baca : Budidaya Teripang dengan Kurung Tancap


 

Indukan teripang pasir (Holothuria scabra) yang diambil dari alam untuk penelitian oleh Balai Bio Industri Laut (BBIL) LIPI di Lombok Barat, NTB. Foto : BBIL LIPI/Mongabay Indonesia

 

Dengan kondisi yang seperti itu, seluruh pemangku kepentingan harus bisa sama-sama peduli untuk bisa mengatasi persoalan tersebut. Hal itu, karena penyelamatan Teripang akan memberi dampak yang baik untuk perekonomian dan sekaligus sumber daya Teripang yang ada di alam.


Dia mengakui, permintaan yang tinggi terhadap Teripang memicu kegiatan ekspor yang terus meningkat setiap tahunnya. Contohnya saja, sepanjang periode 2012 hingga 2019, kegiatan ekspor Teripang diketahui meningkat, namun ternyata komoditas tersebut diambil langsung dari alam.


Bagi Slamet, cara agar ketergantungan terhadap sumber daya di alam bisa berkurang, adalah dengan melaksanakan budi daya Teripang untuk kebutuhan ekspor. Produksi Teripang dari budi daya diharapkan di masa mendatang akan menjadi sumber utama untuk ekspor komoditas tersebut.


“Tantangan para pembudi daya itu adalah bagaimana memperbanyak benih untuk proses budi daya. Jadi, kita harapkan ke depan, ekspor Teripang berasal dari pembudidayaan,” jelas dia.


Untuk kebutuhan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengupayakan melaksanakan pembenihan yang dilakukan Balai Besar Perikanan Budi daya Laut (BBPBL) Lampung. Sejauh ini, upaya tersebut sudah berhasil dan itu akan membuka peluang budi daya Teripang, khususnya Teripang pasir.


“Ini menjadi prospek yang bagus untuk dikembangkan ke depan,” sebut dia.


Dengan keberhasilan tersebut, KKP semakin yakin untuk terus mendorong para pelaku usaha segera melaksanakan budi daya untuk Teripang, agar kebutuhan untuk ekspor bisa tetap dipenuhi dan di saat yang sama juga sumber daya di alam bisa tetap terlindungi dengan baik.


Bagi Slamet, Teripang akan menjadi komoditas andalan sampai kapan pun. Hal itu, karena sampai sekarang Indonesia masih memegang tahta sebagai negara eksportir terbesar di dunia untuk komoditas tersebut.


baca juga : Riset Budidaya Teripang Pasir guna Cegah Kepunahan

Teripang adalah komoditas andalan bagi Indonesia selama beberapa dekade terakhir ini. Foto : DJPB KKP

 

Habitat

Fakta tersebut harus terus dipertahankan, karena bisa mendukung kegiatan perekonomian di Indonesia. Terlbih, karena sebagai negara tropis, Indonesia memiliki perairan yang cocok untuk menjadi habitat pertumbuhan Teripang.


“Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai perairan yang begitu luas dengan habitatnya yang sangat memenuhi persyaratan untuk tumbuh dan berproduksi, sehingga produksi Teripang di alam cukup banyak,” jelas dia.


Khusus untuk keberhasilan pembenihan Teripang di Lampung, Slamet menyebut bahwa BBPBL saat ini sudah berhasil memproduksi massal pembenihan dan menemukan teknologi untuk pembesaran Teripang. Selain itu, BBPBL juga melakukan tabur benih kembali di perairan yang aman dari predator dan terlindungi angin, arus, serta gelombang.


Keberhasilan tersebut, menjadi jawaban atas pertanyaan dan keresahan yang selama ini muncul di benak para pelaku usaha ataupun pemerhati lingkungan. Mereka semua merasa resah, karena kegiatan ekspor akan terus berlangsung dan itu berarti ancaman kepunahan terus mendekati Teripang di alam.


“Ini harapan ke depan, ke arah industri Teripang, karena dari teknologinya sudah dikuasai, baik sisi produksi benih maupun pembesaran,” kata dia.


Menurut Slamet, industri Teripang bukan saja hanya ada di sektor hilir yang berkaitan dengan proses produksi. Namun juga, bagaimana menyediakan bibit yang unggul dan memperbanyak produksi Teripang melaului kegiatan perikanan budi daya.


Oleh karena itu, dia berharap ke depan akan banyak pusat pembenihan (hatchery) Teripang yang bisa dilakukan dengan menggunakan model pusat Larva. Selain itu, dia melihat perlu diterapkan segmentasi usaha dengan cara memberdayakan banyak orang untuk ikut terlibat, sehingga bisa meningkatkan pendapatan.


perlu dibaca : Pembesaran Kepiting Bakau (Scylla Serrate) Skala Kecil


 Teripang dalam habitatnya di perairan dangkal berupa ekosistem padang lamun dengan substrat pasir berlumpur. Foto : BBIL LIPI/Mongabay Indonesia

 

Perekayasa inovasi teknologi budi daya Teripang dari BBPBL Lampung Dwi Handoko Putro mengatakan bahwa proses untuk bisa menghasilkan pembenihan Teripang harus dilalui dalam waktu yang tidak sebentar. Namun, melalui proses tersebut akhirnya dihasilkan penelitian yang menjadi kunci keberhasilan.


Dwi menjelaskan, untuk menghasilkan pembenihan Teripang pihaknya menggunakan metode thermal shock atau biasa disebut kejut suhu pada saat bulan purnama berlangsung. Teknik pembenihan tersebut berhasil berhasil dilakukan, dan selanjutnya bagaimana agar produksi massal bisa dilakukan.


“Tapi itu perlu upaya untuk dapat mencukupi kebutuhan di skala usaha pembesaran,” tambah dia.


Menurut dia, dukungan pembenihan akan memberikan dampak yang baik untuk kegiatan budi daya Teripang. Terlebih, karena budi daya Teripang bisa dilaksanakan dengan sederhana, karena tidak memerlukan pakan buatan atau pengobatan yang rumit.


Dalam melaksanakan kegiatan budi daya Teripang, pembudi daya bisa menggunakan laut sebagai medianya dengan menggunakan model peternakan laut (sea ranching). Metode tersebut juga akan menjadi penyeimbang ekosistem laut, karena Teripang bisa menjadi indikator pencemaran lingkungan.


baca juga : Persiapan Pembenihan Kepiting Bakau

 

Teripang seusai dibersihkan kotorannya untuk kemudian dijual ke pengepul di Desa Mojoasem, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 
Manfaat

Guru Besar Ekotoksikologi Institut Pertanian Bogor Etty Riani menambahkan, Teripang memiliki manfaat yang banyak karena selain menjadi komoditas ekspor, juga bisa menjadi bahan baku obat dan kosmetik. Potensi dari Teripang juga bisa dikembangkan sebagai anti inflamasi dan antitoksik.


“Juga sebagai anti bakteri, anti jamur, mencegah kanker, aprodiasiak, anti menopause, anti aging, anti osteoporosis, dan untuk anti diabet,” papar dia.


Diketahui, Teripang adalah salah satu biota laut habitatnya ada di perairan Indonesia namun tidak banyak dikenal masyarakat Indonesia. Keberadaannya masih terbatas diketahui masyarakat, walaupun Teripang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi sumber pangan yang penuh dengan gizi.


Menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) LIPI Agus Haryono, ada 1.700 jenis Teripang yang tersebar di seluruh wilayah perairan dunia. Dari jumlah tersebut, pemanfaatan hewan laut tersebut masih sangat terbatas dan jumlahnya diperkirakan antara 40-66 jenis saja.


Dari semua Teripang, dia menyebutkan bahwa yang bernilai ekonomi tinggi adalah Teripang putih atau pasir (Holothuria scabra), Teripang koro (Microthele nobelis), Teripang pandan (Theenota ananas), Teripang dongnga (Stichopu ssp).


Khusus di Indonesia, Teripang yang bernilai ekonomi tinggi dan sudah dimanfaatkan adalah Teripang pasir, Teripang perut hitam (Holothuri atra), Teripang susuan (Holothuri nobilis), Teripang perut merah (Holothuri edulis), dan Teripang nanas (Thelenota ananas).


Dari 1.700 Teripang yang ada di dunia, tercatat ada 400 spesies di Indonesia dan 56 di antaranya sudah diperdagangkan. Sebagai negara produsen, Indonesia sudah lama memperdagangkan Teripang ke negara tujuan ekspor utama seperti Tiongkok, Hong Kong, dan Singapura.



 Ivul Fakila (39), saat membantu suaminya membersihakan teripang dari kotorannya untuk dijual ke pengepul di Desa Mojoasem, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 


Tiongkok sendiri tercatat menjadi negara pertama dan terbesar yang mengonsumsi Teripang untuk kebutuhan pangan dan juga lainnya. Negeri Tirai Bambu tersebut diperkirakan sudah mengonsumsi dan memperdagangkan Teripang sejak 1.000 tahun lalu.


Selain KKP, upaya penelitian juga sudah dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 2011 melalui Balai Bio Industri Laut (BBIL) di Nusa Tenggara Barat. Penelitian tersebut dilakukan untuk menemukan metode dan teknologi yang tepat dalam melaksanakan budi daya Teripang.


LIPI melaksanakan riset tersebut, karena Teripang sedang menghadapi ancaman kepunahan akibat eksploitasi berlebih setiap tahun. Jika terus dibiarkan, Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) akan memasukkannya sebagai satwa yang terancam (endangered), karena perdagangannya yang sangat aktif dan mengancam kepunahan di alam.


Sumber: Mongabay



Artikel lainnya