Menambang Emas di Keramba Jaring Apung

| Wed, 17 Nov 2021 - 17:07

 Kawasan Telong Elong, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur ditetapkan menjadi pusat budidaya lobster oleh kementerian kelautan dan perikanan. “Saya ingin menjadikan Lombok sebagai pusat budidaya lobster kelas dunia, yang nantinya akan menjadi rujukan negara lain”, jelas Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono dikutip dari rilis (25/3/2021). Penetapan ini didasari karena potensi budidaya yang dimiliki Telong Elong sangat besar.


Berdasarkan Data yang diperoleh dari Dinas Perikanan Provinsi NTB, sampai saat ini sudah ada 73 kelompok nelayan Telong Elong sebagai pembudidaya lobster yang dipastikan jumlahnya akan terus bertambah. Hal ini menggugah rasa penasaran saya untuk melihat langsung bagaimana kondisi pembudidaya yang ada disana. 


Kemarin sekitar pukul 09.00 WITA, saya berkunjung ke salah satu rumah pembudidaya lobster, beliau bernama Mashur berusia 50 tahun. Mashur mengajak saya menuju Keramba Jaring Apung (KJA) Lobster miliknya di Dermaga Telong-elong, Lombok Timur. Keramba lobster milik Mashur sudah terlihat dari pesisir pantai. Sepertinya tidak butuh waktu lama untuk dapat menginjakan kaki saya di ladang emas milik Mashur. “Satu kedip saja sudah sampai” kata Mashur tertawa.




Selama di perahu Mashur bercerita alasannya memilih lobster sebagai tumpuan hidup “Awalnya saya  ingin kerja kantoran supaya terlihat keren tapi lulus SD pun saya tidak, jadi ya tidak bisa, Kemudian saya lihat banyak teman-teman saya yang kaya raya berkat lobster jadi saya ikut” tuturnya.


Cuaca saat itu sangat cerah, sesampai di sana kami di sambut gelombang air laut yang tenang dan angin sepoi-sepoi. Sembari memberi pakan lobster-lobsternya Mashur bercerita banyak hal tentang dirinya. Mashur adalah pemain lama, dia mulai terjun ke dunia lobster pada tahun 2005 sebagai pemasok benur  yang datang dari Bima dan Dompu.


Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia


Merasa tidak puas dengan laba yang diperoleh sebagai pemasok benur, tahun 2011 beliau mulai merintis usaha budidaya lobster dengan modal Rp 85 juta, untuk keramba  40 juta dan pembelian benih lobster Rp 20 juta, sisanya untuk biaya operasional dan pakan. Dengan modal tersebut beliau memiliki satu keramba dengan 25 lubang ukuran 3×3 meter. Lima belas lubang untuk budidaya lobster mutiara dan sepuluh lubang untuk lobster pasir. ”Benih lobster mutiara lebih mahal, tapi hasilnya banyak,” jelasnya. 


 Tahun demi tahun berlalu, kini Mashur sudah memiliki 2 keramba dengan jumlah total 50 petak dengan 100 lobster di setiap petaknya. Meskipun begitu mulai dari awal merintis hingga sekarang, Mashur tidak pernah menggunakan tenaga kerja. “Kalau saya tidak pakai tenaga kerja, untuk perawatan sampai pemanenan saya kerjakan sendiri. Ini bukan soal kerja saja tapi sudah seperti hobi”, ujar Mashur menjelaskan.


Harga lobster pasir ukuran 200-300 gr saat ini berkisar pada Rp.300.000-Rp.450.000 sedangkan untuk 500 gram lobster mutiara antara Rp.600.000-Rp.1.000.000. Tidak mengherankan jika dalam sekali panen bisa meraup Rp 300 juta bahkan lebih. “Untuk omset sekali panen bisa lah untuk membeli satu mobil baru” ucapnya tertawa. Sekilas ketika awal saya bertemu dengan Mashur yang pertama terlintas di benak saya adalah kesederhanaan, tidak disangka-sangka beliau memiliki penghasilan yang begitu luar biasa.


Untuk pemasaran produknya Mashur belum melakukan ekspor ke pasar luar negeri hanya pasar domestik saja seperti Jakarta, Bali dan Surabaya. Sebelum dikirim, lobster yang ukurannya sudah siap dipanen akan dipindahkan ke kolam bak yang ada di ruang instalasi karantina ikan, jika ada lobster yang bermasalah maka harus dipisahkan dan tidak bisa dikirim. Hal ini juga agar lobster bisa beradaptasi dengan lingkungan baru sehingga tidak kaget ketika dimasukan ke box pengiriman nanti.


Selain menceritakan kisah manisnya dalam budidaya lobster, tidak lupa Mashur menyelipkan pasang surut yang pernah ia alami. Selama sepuluh tahun sebagai pembudidaya lobster, Mashur tidak pernah mengalami kesulitan terkait budidaya, “Lobster itu tidak rewel, yang penting kasih makan tepat waktu, pemberian pakannya juga sehari sekali dan menggunakan ikan rucah dan keong saja“, ungkapnya.


Kesulitan-kesulitan yang Mashur hadapi sebagian besar datang dari faktor luar seperti pencurian lobster dan pembeli yang sudah mengambil barang tapi hilang dan tidak membayar, “Aduh, itu saya setiap panen pasti ada saja lobster yang dicuri bahkan pernah hampir seluruh lobster saya yang ada di keramba dicuri. Saya juga beberapa kali bertemu dengan pembeli yang tidak bertanggung jawab, lobsternya sudah sampai ditujuan tapi tidak di bayar, terakhir saya rugi Rp 80 juta” ungkapnya. Meskipun jatuh bangun tapi Mashur tidak pernah menyerah, “Yang penting jujur, soal rezeki biar itu jadi kehendak yang diatas” tuturnya. 


Selain itu pada tahun 2016 di bawah komando Menteri Susi Pudjiastuti turun Peraturan Menteri Nomor 56 Tahun 2016 Tentang Pelarangan penangkapan dan pengeluaran lobster, “Aturan itu memang menyulitkan, saya kesulitan mendapatkan benih karena benih dengan berat di bawah 200 gram tidak boleh ditangkap untuk ekspor maupun budidaya, tapi saya percaya peraturan itu untuk tujuan yang lebih baik”, ujarnya. Terakhir Mashur berpesan kepada seluruh pembudidaya yang ada di luar sana, “Kadang modal utama kita sebagai seorang pembudidaya bukan secara finansial tapi mental yang tahan banting dan pantang menyerah”, pesannya.

---

Penulis: Ni Komang Ulun Wangi Sargita

Profesi: Mahasiswa

Instansi: Politeknik Ahli Usaha Perikanan

Artikel lainnya